Minggu, 29 Maret 2009

Mencermati PengadaanBarang dan Jasa Pemerintah

Oleh : MQ Wisnu Aji
Mahasiswa Program Doktor Ilmu
Administrasi Universitas Indonesia


Pemberitaan berbagai kasus korupsi di instansi pemerintah tidak jarang dikaitkan dengan kesalahan dalam pemilihan metode pengadaan barang/jasa, yaitu penunjukan langsung. Dalam praktiknya, memang tidak sedikit metode ini terpaksa dipakai oleh penanggug jawab proyek meski disadari berisiko tinggi.

Prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah yang sekarang ini diatur dalam Keppres No 80/2003 dirasakan bagai buah simalakama. Pada satu sisi, pengelola program dituntut menjalankan perannya sesuai dengan peraturan. Satu sisi lain, desakan target waktu realisasi dan alasan efisiensi serta efektivitas proyek tidak memungkinkan seluruh prosedur itu bisa dilewati.

Dua sudut pandang yang berbeda itu pada akhirnya mengakibatkan para pengelola anggaran acap kali mengakalinya dengan berbagai cara yang sangat naif bahkan terkesan bodoh. Mereka melakukan hal itu hanya untuk menghindari penunjukan langsung, tanpa ada maksud untuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Kepres No 80/2003 memang sulit dipahami. Apabila ketentuan tersebut diperlakukan dengan kaku, program-program pemerintah dipastikan akan banyak yang terhambat, seperti yang telah terjadi dua tahun belakangan ini. Contoh kasus yang paling sederhana adalah apabila instansi pemerintah akan mengadakan kendaraan dinas. Dengan telah dibentuknya Goverment Sales Operation (GSO) oleh setiap merek kendaraan, seyogianya pengadaan kendaraan dinas dapat dilakukan dengan penunjukan langsung kepada pihak GSO berapa pun nilai pengadaannya.

GSO umumnya sudah mempunyai harga standar untuk penjualan ke instansi pemerintah di seluruh propinsi. Sangat kecil kemungkinan terjadi markup harga. Apabila pengadaan kendaraan dinas dilelangkan, banyak kasus justru menjadi sangat tidak efisien dan kualitas barang yang diperoleh sangat mungkin tidak sesuai. Mekanisme seperti ini juga memudahkan pengawasan oleh lembaga yang berwenang jika dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan.

Sekadar mengingatkan pula, dalam kasus pengadaan alat penyadap oleh KPK beberapa waktu lalu, lembaga ini pernah meminta ijin ke Presiden untuk melakukan penunjukan langsung. Dengan alasan keamanan, permohonan itu dibenarkan.

Revisi keppres yang berulang-ulang dan inkonsistensi tentang pemberian kewenangan untuk melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan barang/jasa pemerintah akan menjadi preseden buruk di tataran biroklasi. Sepertinya, penunjukan langsung untuk nilai pengadaan tertentu hanya dapat dilaksanakan setelah ada ijin presiden. Fenomena tersebut akan memasung profesionalitas panitia/pejabat pengadaan dan pejabat pembuat komitmen dalam melaksanakan pekerjaannya.

Esensi penunjukan langsung
Sejak Keppres 16/1994, Keppres 18/2000, hingga Keppres 80/2003 sebenarnya tidak ada perubahan signifikan dalam pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah. Berdasarkan Keppres 80/2003, dapat dilakulan melalui empat metode. Yaitu, pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, dan penunjnkan langsung. Sedangkan untuk pengadaan jasa konsultasi, dilakukan dengan metode seleksi umum, seleksi terbatas, seleksi langsung, dan penunjukan langsung.
Memahami makna penunjukan langsung dalam ketentuan tersebut seringkali diinterpretasikan berbeda oleh aparat perencana, pelaksana, dan pengawas. Kriteria tentang penunjukan langsung dalam Keppres No 80/2003 dimuat dalam lampiran I Bab I penjelasannya.
Dalam lampiran Keppres tersebut dijelaskan bahwa penunjukan langsung dapat dilakukan untuk keadaan tertentu dan khusus. Dari penjelasan yang ada pada pasal-pasalnya, dapat dipahami bahwa penunjukan langsung tidak hanya untuk pekerjaan dengan nilai dibawah Rp. 50 juta, karena adanya kata 'atau' serta 'dan atau' dalam saetiap butir pada pasal-pasal yang ada dalam lampiran penjelasan tersebut.
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang memenuhi kriteria seperti yang telah ditentukan, semestinya dapat dilakukan dengan penunjukan langsung berapapun nilai pekerjaannya.
Apabila dipandang perlu, kewenangan untuk memberikan ijin penunjukan langsung sebetulnya cukup diberikan oleh menteri/ pimpinan intansi selaku pengguna anggaran. Tidak perlu harus ke presiden atau merevisi keppres sebagaimana yang pernah diatur dalam Keppres 16/1994 dan Keppres 18/2000.
Alasannya, berdasarkan peraturan pula yakni UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, menteri selaku pengguna anggaran mempunyai kewenangan dan bertanggung jawab penuh atas anggaran yang dikelola oleh kementrian yang dipimpinnya.
Hal itu juga diatur oleh UU No 1/2004 tersebut yang memberi sepuluh kewenangan, dalam menggunakan anggaran dikementrian. Kewenangan itu meliputi penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran, menunjukan kuasa pengguna anggaran, menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara; dan menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang piutang.
Selanjutnya, menteri bisa melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja, menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran, juga menggunakan barang milik negara serta menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara. Berikutnya, mengawasi pelaksanaan anggaran dan menyusun dan menyampaikan laporan keuangan.
Dengan 10 kewenangan yang diberikan oleh undang-undang tersebut, sebetulnya sah-sah saja menteri memberikan persetujuan penunjukan langsung terhadap pelaksanaan pengadaan barang/jasa di kementeriannya.
Masih banyak contoh kasus pengadaan lainnya yang akan tidak efektif apabila dilaksanakan dengan pelelangan. Oleh sebab itu, kewenangan menteri dalam memberikan persetujuan penunjukan langsung untuk pekerjaan yang bersipat mendesak/ khusus dikementeriannya masing-masing perlu diatur kembali agar Keppres 80/2003 tidak perlu direvisi berulang-ulang. Apabila dalam pelaksanaannya ada indikasi KKN, sepenuhnya menjadi tanggung jawab panitia pengadaan dan pejabat pembuat komitmen dalam ranah yang berbeda.
Media Indonesia, Senin 21 April 2008 hal.16

Senin, 23 Maret 2009

ALASAN MEMILIH KENDARAAN MERK TOYOTA

1. Toyota merupakan merk kendaraan yang paling terkenal dan selalu memilki pangsa pasar (market share) terbesar di Indonesia dan kini juga menjadi terbesar di dunia menggantikan merk General Motor.

2. Jaringan purna jual yang prima dengan memiliki Lebih dari seratus bengkel resmi tersebar
di seluruh nusantara dan dilengkapi dengan perangkat servis moderen, maupun bengkel tak Resmi yang bahkan sampai menjangkau ke pedesaan. Begitupun Suku cadang yang banyak tersedia dimana pun berada dari yang asli (genuine) Maupun imitasi dengan berbagai tingkatannya yang ada di pasaran umum sebagai bukti mudahnya mendapatkan spare part atau suku cadang merk Toyota. Apalagi Toyota merupakan produk yang dipasarkan oleh PT. Astra International Tbk sebuah perusahaan nasional terbesar dan popular yang menyediakan fasilitas ASTRA WORD untuk kemudahan dan kenyamanan pelanggannya.

3. Memiliki harga jual kembali yang tinggi sebagai konsekuensi dari besarnya pangsa pasar
(market share) yang dimiliki Toyota.

4. Penggunanaan Toyota terbanyak di hampir seluruh instansi pemerintah , baik di Pusat maupun di daerah-daerah. Instasi tersebut meliputi : Pemerintah Daerah, Departemen, Lembaga Tinggi Negara, TNI – POLRI, dan lainnya sebagai bukti kepercayaan atas produk yang dapat mendukung kinerja opersionalnya
.